Kota ini memiliki luas wilayah 64,79 km² (0,53% dari luas Provinsi Gorontalo) dan berpenduduk sebanyak 179.991 jiwa (berdasarkan data SP 2010) dengan tingkat kepadatan penduduk 2.778 jiwa/km². Kota ini memiliki motto
“Adat Bersendikan Syarak, Syarak Bersendikan Kitabullah” sebagai pandangan hidup masyarakat yang memadukan adat dan agama.
Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).
Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan Bolaang Mongondow.
Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohala'a". Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
• Pohala'a Gorontalo
• Pohala'a Limboto
• Pohala'a Suwawa
• Pohala'a Boalemo
• Pohala'a Atinggola
Dengan hukum adat itu maka Gorontalo termasuk 19 wilayah adat di Indonesia. Antara agama dengan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah "Adat bersendikan Syara' dan Syara' bersendikan Kitabullah".
Asal usul nama Gorontalo (arti katanya) tidak diketahui lagi, namun jelas kata "hulondalo" hingga sekarang masih hidup dalam ucapan orang Gorontalo dan orang Belanda karena kesulitan dalam mengucapkannya diucapkan dengan Horontalo dan bila ditulis menjadi Gorontalo.
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk. H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.
Pada dasarnya masyarakat Gorontalo mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Indikatornya dapat dibuktikan yaitu pada saat "Hari Kemerdekaan Gorontalo" yaitu 23 Januari 1942 dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia.
Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu dengan Negara Republik Indonesia dengan semboyan "Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja" sebagaimana pernah didengungkan pertama kali oleh Ayuba Wartabone di Parlemen Indonesia Timur ketika Gorontalo menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.
Kota Gorontalo lahir pada hari Kamis, 18 Maret 1728 M atau bertepatan dengan Kamis, 06 Syakban 1140 Hijriah. Tepat tanggal 16 Februari 2001 Kota Gorontalo secara resmi ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Gorontalo (UU Nomor 38 Tahun 2000 Pasal 7).
Sebelum terbentuknya Provinsi Gorontalo, Kota Gorontalo merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Utara. Gorontalo merupakan sebuah Kotapraja yang secara resmi berdiri sejak tanggal 20 Mei 1960, yang kemudian berubah menjadi Kotamadya Gorontalo pada tahun 1965. Nama Kotamadya Gorontalo ini tetap dipakai hingga pada tahun 1999. Selanjutnya, sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, di mana istilah Kotamadya sudah tidak dipakai lagi, digantikan dengan Kota, maka Gorontalo pun menyesuaikan namanya menjadi Kota Gorontalo hingga sekarang.
Gorontalo dikenal sebagai salah kota perdagangan, pendidikan, dan pusat pengembangan kebudayaan Islam di Indonesia Timur. Sejak dulu Gorontalo dikenal sebagai Kota Serambi Madinah. Hal itu disebabkan pada waktu dahulu Pemerintahan Kerajaan Gorontalo telah menerapkan syariat Islam sebagai dasar pelaksanaan hukum, baik dalam bidang pemerintahan, kemasyarakatan, maupun pengadilan. Hal ini dapat dilihat dari filosofi budaya Gorontalo yang Islami berbunyi, "Adat bersendikan syarak; dan syarak bersendikan Kitabullah (Al-Quran)." Syarak adalah hukum yang berdasarkan syariat Islam. Karena itu, Gorontalo ditetapkan sebagai salah satu dari 19 daerah hukum adat di Indonesia. Raja pertama di Kerajaan Gorontalo yang memeluk agama Islam adalah Sultan Amai, yang kemudian namanya diabadikan sebagai nama perguruan tinggi Islam di Provinsi Gorontalo, STAIN Sultan Amai.
Gorontalo mempunyai budaya unik yang gak bisa di temui di daerah lain yaituVESTIFAL TUMBILOTOHE.Tumbilotohe atau pasang lampu ini adalah tradisi masyarakat gorontalo pada saat malam ke 27 bulan ramadhan,vestival ini berlangsung selama 3 hari,pada malam itu gorontalo terlihat lebih indah dari malam malam biasaya dengan cahaya lampu yang terbuat dari botol yang berisi minyak tanah dan di atur sedemikian rupa.
Binte biluhuta adalah makanan khas gorontalo yang rasanya gak ada duanya,bahan pokok makanan ini adalah jagung yang di masak dengan parutan kelapa dan menggunakan rempah rempah yang beragam sehingga menciptakan rasa yang khas dengan di bubuhi potongan ikan laut.
Jadi untuk kalian semua wajib datang ke gorontalo,yakin dan percaya kalian gak akan pernah nyesel.
Yang berani nyela Gorontalo ribut sama gua............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar